Rabu, 17 September 2014


i552.photobucket.com


Tari Topeng Malangan

Tari Topeng Malangan, Tergerus Waktu
Malang sebenarnya tidak melulu tentang udara dingin dan apelnya. Lebih dari itu Malang menyimpan kebudayaannya sendiri, yang sayangnya tergerus waktu. Seperti salah satunya adalah seni pertunjukan tari Topeng Malangan.
  Keberadaan tari Topeng Malangan sudah ada sejak abad ke-13 Masehi. Seni pertunjukan  topeng ini memiliki akar pada tradisi pemujaan terhadap nenek moyang dari masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme pra Hindu di Jawa. Para penari topeng dianggap sebagai media atau wadah bersemayamnya roh nenek moyang. Mereka percaya bahwa nenek mpyang itu datang untuk  memberi berkat kepada anak cucunya dan menerima pemujaan mereka.



Panji Asmorobangun
Pementasan tari topeng ini, biasanya membawa cerita kisah Panji Asmorobangun. Yakni putera mahkota dari kerajaan Daha, atau Doho, yang merupakan salah satu kerajaan besar di Jawa. Karakter-karakter pada cerita ini adalah, Raden Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil Kuning atau Raden Gunungsari. Karakter-karakter yang dibawakan oleh para penarinya sangatlah beragam. Seperti kalangan ningrat yang bergerak dengan elegan, anggun, berwibawa, atau karakter yang membuat penarinya memainkan gerakan keras, agresif, dan tergesa-gesa.
Ada berbagai macam versi dari cerita Panji ini, namun biasanya mempunyai alur cerita yang tidak terlalu jauh berbeda. Yakni berkisah tentang pangeran yang menyamar menjadi rakyat jelata untuk mencari istri atau kekasihnya yang menghilang. Cerita rakyat Jawa seperti Ande-Ande Lumut dan Keong Mas, juga dianggap sebagai versi lain dari cerita Panji.

Ringkasan cerita Raden Panji tersebut kira-kira seperti berikut:

“Alkisah Raden Panji Asmarabangun adalah putera mahkota dan akan menggantikan kedudukan Ayahandanya sebagai raja. Sedangkan Galuh Candrakirana adalah puteri raja kerajaan Jenggala. Kedua putera dan puteri mahkota itu dijodohkan dalam rangka mempererat hubungan diplomatik kedua kerajaan. Sayangnya kedua anak raja tersebut menolak perjodohan ini, karena Raden Panji telah mempunya kekasih yang bernama Dewi Anggraini, puteri patih kerajaan Panjalu. Singkat cerita, sang Raja, ayah dari Raden Panji Asmarabangun memerintahkan untuk membunuh Dewi Anggraini karena dianggap menjadi penghalang bersatunya kedua putera puteri Raja. Setelah kematian Dewi Anggraini, Raden Panji Asmarabangun mencari Dewi Galuh Candrakirana untuk dinikahinya. Cerita berakhir dengan perkawinan Raden Panji Asmarabangun dan Dewi Galuh Candrakirana.”




Panggung
Panggung pertunjukan kesenian ini biasanya penuh dengan ornamen khas masyarakat Hindu Jawa. Pertunjukan Topeng Malangan biasanya dipentaskan setiap Senin Legi (kalender penanggalan Jawa) di sanggar tari Asmoro Bangun yang terletak di daerah Dusun Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji Malang. Pertunjukan tari tersebut diselenggarakan oleh komunitas tari pimpinan (alm.) Mbah Karimun, seorang maestro tari Topeng Malangan dan pelestari budaya tari topeng hingga menjadi ikon budaya kebanggaan kota Malang.
Pertunjukan dibuka dengan iringan musik gamelan Jawa yang disebut Gending Giro. Ciri khas musik pengiring ini adalah tenang dan syahdu. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian penonton sekaligus untuk memberitahukan bahwa pertunjukan tari akan segera dimulai. Pada beberapa pertunjukan tari topeng, kadang-kadang ada yang menampilkan Tari Remo sebagai ucapan selamat datang kepada para tamu atau hiburan ringan lawak atau ludruk.
Selanjutnya seorang penyanyi yang disebut sinden, menyanyikan lagu berbahasa Jawa kuno. Sinden berperan menceritakan ringkasan kisah yang akan dimainkan para penari. Kemudian, seorang anggota komunitas akan menyampaikan sambutan, menyapa penonton, dan  menceritakan sinopsis cerita.

Sajen
Sebelum pertunjukan dimulai, dalang membaca mantra dan membawa persembahan ke panggung yang ditujukan kepada roh nenek moyang. Sajen ini untuk mencegah terjadinya bencana selama pertunjukan berlangsung. Persembahan atau sesajen itu biasanya berupa kemenyan, sesisir pisang, air sari tape, bunga-bungaan, daun sirih segar, uang, nasi tumpeng, dan telur.
Setelah berbagai ritual diselesaikan, maka dimulailah pertunjukan tari topeng yang berlangsung sekitar tiga jam saja. Dahulu, pertunjukan tari topeng ini bisa berlangsung mulai kira-kira pukul 20.00 hingga subuh. Namun seiring perkembangan zaman, masyarakat lebih menyukai jalan cerita yang tidak terlalu panjang dan membosankan.
Bagian yang terakhir adalah tradisi memakan sesajen bersama-sama setelah pertunjukan tari selesai. Hal ini berbeda dengan ritual pada zaman dahulu, yaitu setelah pertunjukan sesajen tidak dimakan tetapi diletakkan di sebuah punden (tempat keramat yang terdapat makam pendiri daerah).

Tergerus Waktu
Salah satu komunitas kesenian Tari Topeng Malangan yang saat ini masih tetap aktif adalah sanggar Seni Asmoro Bangun pimpinan Bapak Handoyo, cucu dari Alm Mbah Karimun, seniman tari sekaligus perintis sanggar seni tersebut. Selain tetap giat mengajarkan para generasi muda tari Topeng Malangan dan menyelenggarakan pentas tari secara teratur, sanggar seni ini juga merupakan pusat pengrajin topeng di kabupaten Malang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa era kekayaan budaya ini semakin jauh terlewati. Bahkan kesenian ini sudah hampir mencapai masa kepunahannya karena minimnya regenerasi. Era globalisasi dan modernisasi telah membuat minat para generasi muda untuk menekuni seni pertunjukan tari topeng atau menjadi pengrajin topeng semakin berkurang.
Sangat diperlukan dukungan pemerintah terutama Dinas Pariwisata dan Budaya  kepada komunitas pelestari budaya ini pada khususnya. Termasuk komunitas-komunitas seni budaya yang lain pada umumnya demi melestarikan kekayaan budaya Indonesia, termasuk seni pertunjukan tari Topeng Malangan
.

sumber : www.inibangsaku.com/tari-topeng-malangan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar